EIGENDOM (EIGENDOMRECHT)
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Salam sejahterah untuk
kita semua, semoga kita selalu sehat dan dalam lindunga-Nya.
Puji syukur
penulis haturkan kepada
Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan dan merampungkan bahan ini sehingga penulis dapat
mempublish hasil penelusuran ini kedalam karya tulis.
Sebelumya saya memohon
maaf atas keterlambatan untuk mengupdate blog ini, dikarenakan ada kesibukan
pada hari Minggu tanggal 26 – 07 – 2020, barulah ada kesempatan untuk
memposting, khusus untuk hari raya dan libur naional saya tidak memposting
pembahasan, terimakasih.
Pada
kesempatan ini saya akan membahas Sertipikat Eigendom, Eigendom adalah hak
milik yang digunakan pada zaman kolonial belanda yang menjadi dasar Undang –
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Eigendom atau bahasa Belandanya
Eigendomrecht yang berarti hak milik yang diberlakukan sebelum lahirnya Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun
1960 dalam penjelasannya lebih lanjut, Eigendom dibagi menjadi beberapa bagian
dan jenisnya dan hubungan dengan hak – hak lainnya yaitu:
1. Eigendomrecht
yang berarti Hak Milik.
a. Hypotheek
yang berarti Hipotek.
b. Servituut
yang berarti Pelayan.
c. Vruchtgebruik
yang berarti usufruct.
d. Gebruik
yang berarti Menggunakan.
e. Grant
Controleur yang berarti Gran Comptroller.
f. Bruikleen
yang berarti pinjaman
g. Acte
Van Eigendom yang berarti Undang – Undnag Kepemilikan
2. Erfpachtrecht
yang berarti Sewa
3. Opstalrecht
yang berarti pos atau Hak Gedung
Yang
saya coba terjemahkan melalui Google Translate, dilihat dari penjelasan di atas
hak milik yang dijelaskan diatas dapat kita temukan kedalam Undnag – Undang Pokok
Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 16 Ayat 1 yang tertuliskan :
“Hak
– hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
a. Hak
milik,
b. Hak
guna usaha – usaha,
c. Hak
guna – bangunan,
d. Hak
pakai,
e. Hak
sewa,
f. Hak
membuka tanah,
g. Hak
memungut hasil hutan,
Hak
– hak lain yang tidak termasuk dalam hak – hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang – undang serta hak – hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Berdasarkan
penjelasan Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 diatas bahwa dasar
Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 adalah bagian dari penjelasan
Eigendomrecht, berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
menggantikan peraturan Agraria yang mengatur kepemilikan hak atas tanah di
Indonesia pada saat itu di zaman kolonial belanda.
Adapun
juga yang menyebutkan Eigendom dengan sebutan Eigendom Verponding yang
sekiranya di transletkan kedalam bahas Belanda ke Indonesia yang berarti Hak
Gadai Properti, jadi menurut saya nama yang pantas lebih baiknya Eigendomrecht
saja.
Apakah
hak Eigendom masih memiliki status kepemilikan dan apakah negara masih mengakui
sebagai hakmilik di Indonesia?
Sehemat
pengetahuan saya iya, karena itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 24 Ayat 1 dan 2 yang tertuliskan
:
“(1)
Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak –
hak lama dibuktikan dengan alat – alt bukti mengenai adanya hak tersebut berupa
bukti – bukti tertulis, keterangan yang kadar kebenarannya oleh panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara Sporadik, dianggap cukup untuk
mendaftarkan hak, pemegang hak dan hak – hak pihak lain yang membebaninya.
“(2)
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat – alat pembuktian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan
kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh)
tahun atau lebih secara berturut – turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahuluan – pendahuluannya, dengan syarat:
a. Penguasaan
tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan
sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat
dipercaya;
b. Penguasaan
tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagai dimaksud dalam Pasal 26
tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Banyaknya
masyarakat di Indonesia yang masih belum mengurus konversi Eigendomnya ke
Sertipikat Hak Milik karena masih ada yang menganggap Hak Eigendom sebagai
kepemilikan yang kuat, namun Hak Eigendom sangat besar peluangnya bersengketa
pada saat ini oleh karena itu ada baiknya Hak Eigendom dikonversikan menjadi Sertipikat
Hak Milik (SHM) sesuai peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah diatas, walaupun hak Eigendom masih dapat digunakan sebagai
Hak Penguasaan Atas Tanah.
Perubahan
Hak Eigendom menjadi Sertipikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha,
dan Hak Pakai harus melalui konversi kekantor Badan Pertanahan di wilayah
masing – masing yang menjadi penguasaan atas tanah (Objek Tanahnya) dengan
mempersiapkan dan membawa dokumen – dokumen yaitu:
1. Eigendomrecht.
2. Peta
wilayaobjek tanah yang dimaksudkan.
3. Para
saksi – saksi serta tokoh masyarakat yang mengetahui pasti status riwayat tanah
Eigendom yang menjadi Objek tananhnya.
Proses konversi tanah
bisa diproses selama pamegang hak Eigendom masih milik pertama dan belum
beralih kepemilikannya keorang lain, contoh kasus yang dialami Hj. Halimah yang
saat ini memperjuangkan Hak Eigendomnya (Selengkapnya lihat you tube https://www.youtube.com/watch?v=lC0OtlVqPlM)
yang dimana Hj. Halimah bukan lagi pemilik pertama melainkan ahli waris dari
pemilik pertamanya yaitu Alm. Wanatirta bin Nuriyah Sentana yang objek tanahnya
terletak di Bayuwangi.
Peraturan yang mengatur
Eigendom juga dijelaskan pada KUHPerdata Pasal 507 yang tertuliskan:
“Hak milik adalah hak
untuk menikmati suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat terhadap barang
itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang – undang atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak
mengganggu hak – hak orang lain; kesemuanya itu mengurangi kemungkinan
pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas,
berdasarkan ketentuan – ketentuan perundang – undangan. (ISR. 133;KUHPerd. 527
dst., 584, 594, 625., Onteig, Hinderord.)”
Komentar
Posting Komentar