EIGENDOM (EIGENDOMRECHT)

Gambar
  Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Salam sejahterah untuk kita semua, semoga kita selalu sehat dan dalam lindunga-Nya. Puji  syukur  penulis  haturkan  kepada  Allah  SWT  yang  telah  memberikan rahmat  dan  karunia-Nya  sehingga  penulis  dapat  menyelesaikan dan  merampungkan bahan ini sehingga penulis dapat mempublish hasil penelusuran ini kedalam karya tulis. Sebelumya saya memohon maaf atas keterlambatan untuk mengupdate blog ini, dikarenakan ada kesibukan pada hari Minggu tanggal 26 – 07 – 2020, barulah ada kesempatan untuk memposting, khusus untuk hari raya dan libur naional saya tidak memposting pembahasan, terimakasih. Pada kesempatan ini saya akan membahas Sertipikat Eigendom, Eigendom adalah hak milik yang digunakan pada zaman kolonial belanda yang menjadi dasar Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Eigendom atau bahasa Belandanya Eigendomrecht yang ...

ALIH FUNGSI LAHAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Salam sejahterah untuk kita semua, semoga kita selalu sehat dan dalam lindunga-Nya.

Puji  syukur  penulis  haturkan  kepada  Allah  SWT  yang  telah  memberikan rahmat  dan  karunia-Nya  sehingga  penulis  dapat  menyelesaikan dan  merampungkan bahan ini sehingga penulis dapat mempublish hasil penelusuran ini kedalam karya tulis.

Sebelumya saya memohon maaf atas keterlambatan untuk mengupdate blog ini, dikarenakan ada kesibukan pada hari Sabtu tanggal 18 – 07 – 2020, barulah ada kesempatan untuk memposting, terimakasih.

Pada kesempatan ini saya akan membahas mengenai Alih Fungsi Lahan, yang menjadi permasalahan kita nantinya bersama regenerasi selanjutnya, permasalahan Alih Fungsi Lahan sendiri bukanlah hal yang baru karena bagi sebagian orang adalah kebutuhan serta haknya dalam mengelola penggunaan lahannya, namun perlu kita ketahui apa yang dimaksud dengan Alih Fungsi Lahan, Alih Fungsi Lahan adalah lahan yang objek penggunaan lahannya ialah lahan pertanian (seluruh lahan pertanian tanpa terkecuali) beralih fungsi penggunaannya baik sebagian lahannya saja atau seluruh kawasan lahannya dari penggunaan pertanian menjadi penggunaan yang lain (Pemukiman, Industri, Pusat perbelanjaan, dan lain – lainnya).

Pada perbincangan antara Bapak Mentri Pertanian dan Bapak Hotman Paris disalah acara televisi Hotroom, (selanjutnya bisa diakses melalui you tube https://www.youtube.com/watch?v=ESyaEVhU5W8), dalam perbicangan beliau saya mengutip percakapan mereka berdua, “ Bapak Hotman Paris : Tapikan dialihkan menjadi rumah apa lagi ada bangunan apartemen dia langsung dapat ganti rugi yang sangat besar, bagaimana itu? Dan itu kemerdekaan orang mempergunakqan lahannya. Bapak Mentri Pertanian menjawab : Ngak bisa, karena masalah makanan itu masalah kehidupan, masalah makanan itu masalah nasional, masalah makanan itu adalah gengsi dan derajat sebuah bangsa, oleh karena itu kalau kau alihkan menjadi bangunan, bangunan bisa bertingkat tapi sawah tidak, jumlah penduduk yang semakin banyak setiap tahun kurang lebih 3.000.000. kalau lahannya semakin sedikit seperti dijawa ini. Besok bersoal dia mau tanam dimana padinya.”

Dari perbicangan beliau berdua saya mendapkan kesimpulan bahwa, perlunya menjaga eksistensi lahan pertanian karena memberikan efek yang besar kedepan untuk bangsa kita yang pernah menjadi bangsa agraris, lahan digunakan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristik – karakteristik yang ada padanya dan penting bagi kehidupan manusia. Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada diatas dan dibawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang. Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan komponen yang fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur – unsur lahan (complex attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan. Lahan sebagai suatu “sistem” mempunyai komponen – komponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran – sasaran tertentu. Komponen – komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam konteks pendekatan sistem untuk memecahkan permasalahan lahan – lahan, setiap komponen lahan atau sumber daya lahan tersebut diatas dapat dipandang sebagai suatu subsistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem lahan. Selanjutnya setiap subsitem ini tersusun atas banyak bagian – bagiannya atau karakteristik – karakteristiknya yang bersifat dinamis.

Tanah sebagai faktor fundamental bagi manusia, dan menjadi tempat dimana kita memijatkan kaki kita untuk mencari dan berusaha untuk mencapai kebutuhan hidup, dalam kemajuan sekarang ini tanah menjadi sumber kebutuhan yang sangat diperlukan, apa lagi melihat perkembangan penduduk yang sangat pesat di Indonesia tanah semakin menjadikan hal yang miris untuk masyarakat di Indonesia di akibatkan lahan yang beralih status atau beralih fungsinya yang awalnya Hutan Masyarakat menjadi Industri, Hutan Lindung menjadi objek pembangunan.

Padatnya perkembangan dalam pembanguna tidak lagi memperhatikan lahan yang akan menjadi target pembangunan maupun untuk sarana dan prasarana, peruntukan jalan umum, industri, perumahan, sekolah, infrastruktur  pembangunan perkantoran, maupun industri. Padatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk menjadi dalih pemerintah di Indonesia untuk mengalih fungsikan lahan tersebut.

Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasdar Pokok Agraria tertuliskan:

“Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu”

Maka seharusnya ada bentuk penanganan terhadap pengendalian lahan untuk penggunaan lahan yang akan direncanakan pemerintah untuk dialih fungsikan melihat realitas yang terjadi bukannya untuk tujuan mengembangkan tanah tersebut untuk menjaga eksistensinya, justru lahan hutan lindung maupun pertanian di Alih Fungsikan sebagai Lahan Pembangunan Infrastruktur dan sebagainya.

Kurangnya perhatian dan kesadaran sebagian oknum pemerintah terhadap lahan dan banyaknya tanah yang diterlantarkan akan memberikan dampak yang besar kedepannya nanti, mengingat kebutuhan lahan yang meningkat dari tahun ke tahun  tanah di Indonesia, dalam menghadapi permasalahan tersebut seharusnya pemerintah harus memperhatikan lebih jelas menjaga dan memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut dan membangun hubungan yang baik antara pihak pemerintah dan instansi – instansi terkait, kurangnya lahan lahan yang dapat mengakibatkan nantinya akan menimbulkan banyak permasalahan yang terjadi akibat Alih Fungsi Lahan.

Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk keperluan perumahan, jasa, industri dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat seperti lapangan golf, pusat perbelanjaan jalanan tol, tempat rekreasi dan sarana lainnya.

Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan sampai sekarang kebijakan pemanfaatan lahan tidak jelas dan faktor tersebut maasih jauh dari sejahtera.

Berdasarkan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2011, alih fungsi lahan yang dilakukan karena sering terjadi bencana hanya dapat ditetapkan setelah tersedia lahan pengganti. Dalam hal bencana mengakibatkan hilangnya atau rusaknya infrastruktur secara permanen dan pembangunan infrastruktur pengganti tidak dapat ditunda.

Perlindungan lahan adalah sistem dan proses merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan dan kawasannya secara berkelanjutan.

Regulasi yang ada dinilai harus benar- benar diperkuat dalam rangka mencegah merebaknya alih fungsi lahan menjadi beragam fungsi lainnya yang tidak terkait dengan sektor pangan nasional. Dengan semakin banyaknya Alih Fungsi Lahan Pertanian, maka program perlindungan lahan dan percetakan sawah baru akan sangat terkendala. Banyaknya lahan basah yang dikonversi menjadi lahan kering lalu dimanfaatkan untuk kepentingan industri, perumahan dan sebagainya, padahal itu sebetulnya lahan pertanian, hutan dan lain sebagainya, salah satu hal yang perlu diperkuat dalam regulasi tersebut misalnya mengenai kemungkinan pemberian sanksi atas mereka yang melakukan alih fungsi lahan produktif. Karena setiap tahun pertumbuhan populasi semakin melonjak sehingga kebutuhan untuk memenuhi persediaan makanan serta energi semakin membengkak.

Kebijakan pemanfaatan lahan untuk salah satu faktor yang menunjang kesejahteraan manusia;

Indonesia dengan potensi pertanian dan sumber daya alam yang melimpah terus berbenah dari tahun ketahun, sehingga apabila potensi tersebut benar – benar dikelola dengan serius niscaya Indonesia akan maju pesat.

Perubahan pesat Indonesia merupakan keputusan yang tepat mengingat Indonesia dijuluki sebagai negara agraris, memiliki potensi alam yang banyak seperti perikanan dan pariwisata alam nan indah, tidak mengherankan  apabila saat ini banyak investor berlomba – lomba untuk menanamkan modalnya untuk turut serta mengelola potensi tersebut, seperti biasa selain ada keuntuntgan juga kerugian, kemajuan yang akan dicapai oleh Indonesia akan berpotensi meningkatkan proses alih fungsi lahan, pada saat ini saja angka alih fungsi tanah terus meningkat dari tahun ketahun.

Setiap wilayah memiliki tingkat kebutuhan penggunaan lahan berbeda – berbeda baik dari letak geografi, kepadatan penduduk, pertanian, kehutanan, dan infrastruktur oleh karena itu perlunya pengaturan yang efisein dalam mengendalikan alih fungsi lahan, baik dari segi pemanfaatan maupun dari segi regulasi baik dari pemerintah pusat maupun daerah, oleh karena itu perlunya regulasi dan kerja sama antara masyarakat untuk mengendalikan alih fungsi lahan yang kian meningkat dari waktu ke waktu.

Pearce and Turner merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan yaitu melalui :

1.      Regulasi.

2.      Acquistion and management (Akuisisi dan manajemen).

3.      Incentive and charge (Insentif dan Biaya)

Uraian singkat dari ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Regulasi

Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bisa melakukan perwilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Dalam tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tim sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.

2.      Akuisisi dan Manajemen.

Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (lan tenure system) yang ada guna mendukung upayah kearah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.

3.      Insentif dan Biaaya.

Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatanlain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.

Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu diwujudkan suatu kebijakan alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undang dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi.

Perlibatan masyarakat seyogyanya tidak hanya terpaut pada fenomena di atas, namun mencakup segenap lapisan pemangku kepentingan strategi pengendalian alih fungsi lahan yang patut dijadikan pertimbangan adalah yang bertumpu pada masyarakat (community based management plan). Artinya masyarakat adalah tumpuan dalam bentuk partisipasi dalam pengendalian alih fungsi lahan. Pemangku kepenttingan (stakholder) dapat didefenisikan sebagai individu, masyarakat, atau organisasi yang secara potensial dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau kebijakan dengan kata lain pemangku kepentingan mencakup pihak – pihak yang terlibat secara langsung atau idak langsung dan memperoleh manfaat atau sebaliknya dari suatu proses pengambilan keputusan. secara garis besar, para pemangku kepentingan tersebut dapat diklasifikasikan atas dua kategori yaitu:

1.      Pemangku kepentingan utama (primary staholders), yakni kelompok sosial masyarakat yang terkena dampak baik secara positif (penerima manfaat/beneficiaries) maupun negatif (diluar kesukarelaan) dari suatu kegiatan.

2.      Pemangku kepentingan penunjang (secondary stakholders), yaitu berperan sebagai pihak perantara (intermidiaries) dalam proses penyampaian kegiatan. Pemangku kepentingan ini dapat dibedakan atas penyandang dana, pelaksana kegiatan, organisasi pengawas dan advokasi, atau secara gamblang antara ain terdiri dari pemerintah, lembaga sosial masyarakat (LSM), pihak swasta, politisi, dan tokoh masyarakat. Sekaligus, pemangku kepentingan penunjangan ini juga berperan sebagai pemangku kepentingan kunci (key stakholders) yang secara signifikan berpengaruh atau memiliki posisi penting atas keberlangsungan kegiatan.

Dalam konteks alih fungsi lahan, seirama dengan defenisi diatas. Pemangku kepentingan mencakup empat pilar eksistensi sosial kemasyarakatan dengan lapisan sosialnya, sektor swasta dengan korporasi usahanya, dan LSM dengan kelompok institusinya. Keempat pilar tersebut harus memiliki unsur kesamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan kolektif dan sinergi aktivitas.

Alih fungsi lahan atau Lazimnya disebut sebagai konfersi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dmpak negative (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat di artikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain di sebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Menurut Manuwoto, [Mahardika Rizki Yashinta. 2017, https://jurnal.unsc.ac.id/wacana-publik/article/view/16492/13300 01 September 2018] alih fungsi lahan atau yang biasa disebut konversi lahan merupakan berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan suatu lahan dari fungsi semula yaitu seperti yang direncanakan sebelumnya menjadi fungsi lain yang berdampak negatif pada potensi lahan itu sedikit maupun berdampak pada lingkungan sekitarnya.

Ketersediaan lahan disuatu daerah sebagai tempat budidaya tanaman pangan sangat diperlukan. Lahan menjadi sumber daya pendukung dalam pencapaian ketahanan pangan. Namun pada kenyataannya banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian atau lahan properti jika perubahan alih fungsi lahan semakin besar maka kemungkinan besar akan terjadi krisis ketahanan pangan. Pada saat lahan dialih fungsikan untuk lahan properti maka tanaman pangan mengalami penurunan baik luas lahan pertanian maupun produksinya. Lahan yang luas akan memperbesar harapa petani untuk hidup layak. Namun seiring meningkatnya jumlah penduduk, keberadaan

lahan terutama lahan pertanian menjadi semakin terancam karena desakan kebutuhan lahan yang lebih banyak. Sementara jumlah lahan yang tersedia tidak bertambah. Sebagai negara agraris yang kaya dengan lahan yang luas dan subur, bangsa ini mengimpor berbagai bahan pangan, mulai beras, daging buah, sayuran, hingga bawang putih. Kondisi tingginya alih fungsi lahan saat ini di duga salah satu penyebab impor pangan tinggi. Sementara alih fungsi lahan terus berlanjut dengan intensitas yang makin tinggi. Alih fungsi lahan hampir terjadi di wilayah di Indonesia karena masyarakat menganggap mempertahankan lahan pertanian saat ini yang tidak lagi menguntungkan. Ketika pemerintah tidak dapat menjamin kestabilan harga komoditas pertanian, ditambah serebuan komoditas pangan impor, serta ketidak pedulian pemerintah ketika petani mengalami gagal panen, menyebabkan lahan beralaih kepemilikan dan beralih fungsi.

Untuk mengatasi laju alih fungsi lahan diperlukan upaya – upaya pemerintah yang cepat dan kongkret baik oleh pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah tidak dapat lagi hanya sebatas, himbauan.langkah yang harus dilakukan yaitu :

1.    Pemerintah Pusat maupun daerah segera melakukan inventarisasi secara menyeluruh di mana saja dan meninjau

masih berapa luas lahan produktif yang masih tersisa saat ini dan wilayah mana saja yang harus dipertahankan serta menentukan wilayah – wilayah baru di Indonesia yang akan dijadikan lahan produktif melalui program penyediaan lahan produktif. Program pembukaan lahan produktif untuk ketahanan pangan nasional ini mengikuti program yang pernah dilakukan di era Presiden Suharto yang membuka sejuta lahan hektar gambut di Kalimantan. Misalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Pulau Sumatera dan Jawa, pemerintah menetapkan lahan sejuta hektar di tiap – tiap provinsi di seluruh Indonesia.

2.      Pemerintah Pusat dan diikuti oleh pemerintah daerah segera menyusun regulasi tentang alih fungsi lahan dan hubungannya dengan arah program ketahanan pangan masa depan. Perwilayah (zoning) terhadap lahan produktif yang harus dipertahankan didasari atas peraturan yang mengikat dan ada sanksinya jika dilanggar. Regulasi itu juga memuat mekanisme perizinan yang jelas dan transparan terkait proses alih fungsi lahan, termasuk alasan, kriteria yang jelas dan sanksi yang tegas tentang pelanggaran alih fungsi lahan dan sanksi tegas jika melanggarnya. Pengalaman beberapa negara maju, dengan luas lahan pertanian besar menyebabkan ongkos produksi murah sehingga harga komoditas pangan terjangkau dan dapat bersaing.

3.      Kebijakan insentif dan charge serta kompensasi diterapkan. Kebijakan pemberian insentif diberikan kepada masyarakat yang tetap mempertahankan lahan produktifnya melalui keringanan membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), kemudahan memperoleh bantuan permodalan, bantuan pemasaran yang kesemuanya dilakukan dengan menjaga kesetabilan harga komoditas pertanian. Kebijakan charge atau disensitif diberikan jika warga meakukan alih fungsi lahan yang bertentangan dengan peruntukannya atau melanggar peraturan yang berlaku berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), walaupun memang tidak ada yang salah jika warga menjual lahannya sendiri. Apabila ini terjadi, pemerintah daerah harus membeli lahan tersebut atau menyewanya dengan harga yang memadai sehingga lahan tidak jadi beralih fungsi. Seperti halnya pemda membeli sejumlah lahan untuk dijadikan Ruang terbuka Hijau (RTH). Pengelolaan lahan produktif tersebut selanjutnya dapat diserahkan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sementara kebijakan kompensasi ditujukan bagi warga yang dirugikan akibat alih fungsi lahan untuk kegiatan pembangunan, atau mencegah terjadinya alih fungsi lahan demi kelestarian lahan sebagai sumber produksi pertanian (pangan). Pemda juga melakukan inventarisasi lahan produktif yang masih tersisah, disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah lalu menjalankan Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut secara konsisten. Dengan peraturan daerah (Perda) pelarangan alih fungsi lahan, pemda dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap alih fungsi lahan tersebut. Selain itu pemda meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap kondisi dan luas lahan, pemerintah juga mengupayakan untuk mengendalikan pertambahan jumlah penduduk, karena salah satu penyebab tingginya alih fungsi lahan adalah tekanan penduduk . program kongkrit untuk menahan laju pertumbuhan penduduk ini misalkan melalui pemberian jasa pelayanan Keluarga Berencana (KB) gratis.

Meningkatkan partisipasi masyarakat akan pentingnya ketahanan pangann dan meningkatkan kontrol masyarakat dalam menjaga alih fungsi lahan. Iming – iming harga jual tanah yang tinggi, tidak ada kepedulian pemerintah, harga komoditas yang rendah menyebabkan minat menjual tanah pertanian tinggi. Sementara untuk mengatasi banyaknya lahan tidut atau biasa disebut lahan terlantar didaerah, pemerintah daerah harus juga segera menginventarisasi lahan – lahan tidur beserta pemiliknya. Lalu dibuatkan perda yang mengatur tentang pemenfaatan lahan tidur dengan memberikan pilihan, yaitu jika pemilik tidak dapat mengolahnya, hak pengolahannya diberikan kepada pemerintah daerah (pemda) dan memberikan tugas tersebut kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam suatu perjanjian untuk memanfaatkan lahan tidur tersebut dalam jangka waktu tertentu, atau mungkin dengan meneawarkan sistem bagi hasil kepada pemilik lahan, karena yang terpenting lahan tergarap dan kebutuhan pangan terpenuhi.

Ada beberapa yang menjadi faktor pendorong alih fungsi lahan yang dimana mengakibatkan beberapa masalah apa bila dilanjutkan berikut beberapa faktor yang menjadi pendorong alih fungsi lahan. Terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada empat faktor penting yang menyebabkan terjadinya Alih fungsi lahan sawah yaitu;

1.        Faktor kependudukan.

pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat, seperti lapangan golf,pusat perbelanjaan, jalan tol, tempat Rekreasi, dan sarana lainnya, merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2.      Faktor Ekonomi.

Yaitu tingginya sewa tanah (Land Rent) yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk berusaha tani, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu, karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya baik dari sektor pendidikan, mencari pekerjaan non pertanian, atau lainnya, seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagian lahan pertaniannya. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3.      Faktor kebijakan Otonomi Daerah.

Mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang di larang dikonversi.

4.    Lemahnya sistem perundang – undangan dan penegakan hukum (Law Enforcement) dari peraturan – peraturan yang ada.

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas di mana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, social, budaya dan politik masyarakat. Alih fungsi lahan sawah juga menyebabkan hilangnya kesempatan petani memperoleh pendapatan dari usaha taninya. Dampak negative yang kurang menguntungkan tersebut antara lain :

1.   Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserat seluruhnya akan meningkatkan angka pengangguran.

2.   Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan saran pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya.

3.   Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah di peroleh, sehingga meningkatkan luas tanah tidur yang pada gilirannya juga menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah.

4.   Pencetakan sawah baru yang sangat besar biyayanya diluar pulau jawa seperti Sulawesi  tidak menunjukkan dampak positif.

Dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap masalah pengadaan pangan pada dasarnya terjadi pada tahap ke dua. Namun tahap kedua tersebut secara umum tidak akan terjadi tanpa melalui tahap pertama karena sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh petani. Oleh karena itu pengendalian pemanfaatan lahan untuk kepentingan pengadaan pangan pada dasarnya dapat di tempuh melalui dua pendekatan yaitu:

1.      Mengendalikan pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain.

2.      Mengendalikan dampak alih fungsi lahan tanaman pangan tersebut terhadap keseimbangan pengadaan pangan.

Namun ketika melihat secara realitas ada beberapa lahan yang dialih fungsikan, apakah entah kepentinagan pribadi atau kepentingan orang banyak, padahal sudah ada aturan yang menjadi teguran yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pasal 44 ayat (1) yang tertulis : “Lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dan dilarang dialih fungsikan.”

Pasal 50 ayat (2) yang tertuliskan :

”Setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah lahan pertanian pangan berkelanjutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikan keadaan tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula.”

Pasal 51 ayat (1) dan (2) yang tertulis :

“(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak irigasi dan Infrastruktur lainnya serta mengurangi kesuburan tanah Lahan pertanian Pangan Berkelanjutan.”

“(2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan rehabilitasi.”

Pasal 72 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 73 dan Pasal 74 ayat (1), (2), dan (3) yang tertulis :

Pasal 72

“(1) Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah).”

“(2) Orang perseorangan yang tidak melakukan kewajiban mengembalikan keadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan ke keadaan semula sebagai mana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (Tiga miliar rupiah).”

“(3)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.”

Pasal 73

“Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalih fungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (Lima miliar rupiah).”

Pasal 74

“(1)  Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh suatu korporasi, pengurusannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (Tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 7.000.000.000,00 (Tujuh miliar rupiah).”

“(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Korporasi dapat dijatuhi pidana berupa :

a.       Perampasan kekayaan hasil tindak pidana;

b.      Pembatalan kontrak kerja dengan pemerintah;

c.       Pemecatan pengurus; dan atau

d.      Pelanggaran pada pengurus untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.

“(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana diatur dalam bab ini menimbulkan kerugian, pidana yang dikenai dapat ditambah dengan pembayaran kerugian.”

Dari Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 dikuatkan lagi dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 Tentag Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah namun tetap saja tidak memberikan efek jera terhadap para pelaku Alih Fungsi Lahan, dalam hal ini perlunya kesadaran serta peran aktif dalam mengendalikan pengendalian lahan untuk mencegah tingginya Alih Fungsi yang dari tahun kian meningkat sehingga kegiatan Alih Fungsi lahan tidak memberikan dampak besar terhadap Negara yang disebut sebagai Negara yang Agraris, kegiatan Alih Fungsi Lahan saat ini merupakan sesuatu yang dilematis. Namun bisa maknai dengan dua sisi. Alasan Alih Fungsi lahan sebagai sebuah kebutuhan, dan alih fungsi lahan sebagai sebuah tantangan atau bahkan persoalan. Menjadi sebuah kebutuhan ketika alih fungsi lahan itu dilakukan karena desakan faktor ekonomi, atau kebutuhan akan lahan hunian. Faktanya, pertambahan penduduk yang dari waktu ke waktu terus meningkat, ditambah meningkatnya dengan angka harapan hidup yang terus membaik, memicu kebutuhan akan lahan permukiman terus pula membengkak.

Namun disisi lain kami maknai sebagai sebuah tantangan. Pasalnya jika Alih Fungsi Lahan pertanian terus terjadi, dampaknya lambat laun pasti akan menggerus produksi pertanian terutama komoditas bahan pangan kita.

Dan bukan kondisi itu yang kita kehendaki, disisi lain dengan penambahan jumlah penduduk, berimplikasi pada meningkatnya permintaan dan kebutuhan bahan pangan. Alih Fungsi Lahan secara nasional dipengaruhi beberapa faktor selain faktor yang disebutkan diatas. Faktor lainnya adalah demografi, pendidikan dan ipteks, social dan politik, kelembagaan, instrument hukum dan penegaknya. Tak heran, permasalahan dan upaya pengendalian Alih Fungsi Lahan juga akan terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan aspek hukum, ekonomi, social, politik, kelembagaan, kebijakan pemerintah, cultur dan karakter serta penerapan iptek. Jika ditarik dalam konteks kekinian Indonesia, dua sisi tadi yakni kebutuhan dan tantangan tadi memang menjadi sebuah pekerjaan rumah yang sampai hari ini belum juga bisa dituntaskan. Meski pada kenyataannya, berbagai upaya terus kita lakukan. Faktanya, kami akui pembangunan pertanian Indonesia saat ini dan akan datang, akan terjadi dalam konteks “Dijepit Kebutuhan, Diuji Tantangan.”

Alih Fungsi Lahan menjadi permukiman baru sangat massif terjadi akhir-akhir ini. Kita juga sulit membendung itu karena permintaan akan hunian layak juga semakin hari semakin besar seiring peningkatan jumlah kelas menegah baru di Indonesia, namun dalam hal ini pemerintah perlu penanganan khusus dalam pengendalian Alih Fungsi Lahan karena pada dasarnya tak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk menjual suatu lahannya untuk keperluan peribadinya, sehingga perlu pengawasan dan sosialisasi ke masyarakat, sehingga timbul kesadaran masyarakat akan menjaga lahan yang mereka miliki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)